Peraturan Menteri Perindustrian RI Nomor : 63/M-IND/PER/7/2014

Menteri Perindustrian Republik Indonesia

PERATURAN
MENTERI PERINDUSTRIAN REPUBLIK INDONESIA
NOMOR : 63/M—IND/PER/7/2014
TENTANG
PENGENDALIAN DAN PENGAWASAN INDUSTRI
DAN MUTU MINUMAN BERALKOHOL

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
MENTERI PERINDUSTRIAN REPUBLIK INDONESIA,

Menimbang :

:a. bahwa dalam rangka melaksanakan ketentuan Pasal 9
Peraturan Presiden Nomor 74 Tahun 2013 tentang
Pengendalian dan Pengawasan Minuman Beralkohol, perlu
mengatur kembali pengendalian dan pengawasan industri
dan mutu minuman beralkohol;
bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud
dalam huruf a, perlu menetapkan Peraturan Menteri
Perindustrian tentang Pengendalian dan Pengawasan
Industri dan Mutu Minuman Beralkohol;

Mengingat :

.Undang—Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang
Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia
Tahun 2004 Nomor 125, Tambahan Lembaran Negara
Republik Indonesia Nomor 4437) sebagaimana telah
beberapa kali diubah terakhir dengan Undang—Undang
Nomor 12 Tahun 2008 (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 2008 Nomor 59, Tambahan Lembaran
Negara Republik Indonesia Nomor 4844);
Undang—Undang Nomor 3 Tahun 2014 tentang Perindustrian
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor
4, Tambahan Lembaran Negara Nomor 5492);
. Peraturan Pemerintah Nomor 13 Tahun 1995 tentang Izin
Usaha Industri (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun
1995 Nomor 25, Tambahan Lembaran Negara Republik
Indonesia Nomor 3596);
. Peraturan Pemerintah Nomor 102 Tahun 2000 tentang
Standardisasi (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun
2000 Nomor 1999, Tambahan Lembaran Negara Republik
Indonesia Nomor 4020);
5. Peraturan Pemerintah Nomor 38 Tahun 2007 tentang
Pembagian Urusan Pemerintahan Antara Pemerintah,
Pemerintah Daerah Provinsi, dan Pemerintah Daerah
Kabupaten/Kota (Lembaran Negara Republik Indonesia
Tahun 2007 Nomor 82, Tambahan Lembaran Negara
Republik Indonesia Nomor 4737);
6. Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 47 Tahun
2009 tentang Pembentukan dan Organisasi Kementerian
Negara sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir
dengan Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 91
Tahun 2011;
7. Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 24 Tahun
2010 tentang Kedudukan, Tugas, dan Fungsi Kementerian
Negara serta Susunan Organisasi, Tugas, dan Fungsi Eselon
I Kementerian Negara sebagaimana telah beberapa kali
diubah terakhir dengan Peraturan Presiden Republik
Indonesia Nomor 92 Tahun 201 1;
8. Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 74 Tahun
2013 tentang Pengendalian dan Pengawasan Minurnan
Beralkohol;
9. Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 39 Tahun
2014 tentang Daftar Bidang Usaha Yang Tertutup dan
Bidang Usaha Yang Terbuka Dengan Persyaratan di Bidang
Penanaman Modal;
10.Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 84 / P Tahun
2009 tentang Pembentukan Kabinet Indonesia Bersatu II
Periode 2009-2014 sebagaimana telah beberapa kali diubah
terakhir dengan Keputusan Presiden Republik Indonesia
Nomor 41/P Tahun 2014;
1 1.Peraturan Menteri Perindustrian Nomor 41 / M-
IND/ PER/6/ 2008 tentang Ketentuan dan Tata Cara
Pemberian Izin Usaha Industri, Izin Perluasan dan Tanda
Daftar Industri;
12.Peraturan Menteri Perindustrian Nomor 147/ M—
IND / PER/ 10 / 2009 tentang Pendelegasian Kewenangan
Pemberian Izin Usaha Industri, Izin Perluasan, Izin Usaha
Kawasan Industri, dan Izin Perluasan Kawasan Industri
Dalam Rangka Pelayanan Terpadu Satu Pintu (PTSP) Kepada
Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal sebagaimana
telah diubah dengan Peraturan Menteri Perindustrian Nomor
16/M-IND/PER/2/2010;
13 . Peraturan Menteri Perindustrian Nomor 105/ M—
IND/PER/10/2010 tentang Organisasi dan Tata Kerja
Kementerian Perindustriang
14 . Peraturan Menteri Perindustrian Nomor 75/ M—
IND / PER / 7 / 2010 tentang Cara Produksi Pangan Olahan
Yang Baik;
15 . Peraturan Menteri Perindustrian Nomor 64/ M—
IND/PER/7/2011 tentang Jenis—Jenis Industri Dalam
Pembinaan Direktorat Jenderal dan Badan di Lingkungan
Kementerian Perindustrian;

MEMUTUSKAN:
Menetapkan
PERATURAN MENTERI PERINDUSTRIAN TENTANG PENGEN-
DALIAN DAN PENGAWASAN INDUSTRI DAN MUTU PRODUK
MINUMAN BERALKOHOL.

BAB I
KETENTUAN UMUM
Pasal 1
Dalam Peraturan Menteri ini yang dimaksud dengan:
1. Minuman Beralkohol adalah minuman yang mengandung etil
alkohol atau etanol (C2H50H) yang diproses dari bahan hasil
pertanian yang mengandung karbohidrat dengan cara
fermentasi dan destilasi atau fermentasi tanpa destilasi.
2. Minuman Beralkohol Tradisional adalah Minuman
Beralkohol yang dibuat secara tradisional dan turun
temurun yang dikemas secara sederhana dan pembuatannya
dilakukan sewaktu—waktu, serta dipergunakan untuk
kebutuhan adat istiadat atau upacara keagamaan.
3. Alkohol teknis adalah produk hasil fermentasi dengan kadar
etanol di atas 55 % (lima puluh lima persen), diklasi?kasikan
sebagai produk yang tidak tara pangan (non food grade);
4. Perusahaan Industri Minuman Beralkohol adalah Setiap
Orang yang melakukan kegiatan usaha Industri Minuman
Beralkohol yang berkedudukan di Indonesia.
5. Setiap Orang adalah orang perseorangan atau korporasi.
6. Korporasi adalah kumpulan orang dan/atau kekayaan yang
terorganisasi, baik merupakan badan hukum maupun
bukan badan hukum.
7. Pembuatan Minuman Beralkohol Tradisional adalah kegiatan
membuat Minuman Beralkohol secara tradisional dan turun
menurun melalui proses fermentasi dan destilasi atau
fermentasi tanpa destilasi, dikemas secara sederhana dan
dilakukan sewaktu—waktu.
8‘ Nomor Pokok Pengusaha Barang Kena Cukai (NPPBKC)
adalah izin untuk menjalankan kegiatan sebagai pengusaha
pabrik, pengusaha tempat penyimpanan, importir barang
kena cukai, penyalur, atau pengusaha tempat penjualan
eceran dibidang cukai.
9. Menteri adalah Menteri yang menyelenggarakan urusan
pemerintahan di bidang Perindustrian.
.Direktorat Jenderal adalah Direktorat Jenderal yang
melaksanakan tugas dan fungsi pembinaan Industri
Minuman Beralkohol Kementerian Perindustrian.
Dinas Provinsi adalah Dinas Provinsi yang melaksanakan
urusan pemerintahan di bidang Perindustrian.
Dinas Kabupaten/Kota adalah Dinas Kabupaten/Kota yang
melaksanakan urusan pemerintahan di bidang
Perindustrian.

BAB II
KLASIFIKASI MINUMAN BERALKOHOL

Pasal 2
Minuman Beralkohol diklasifikasikan dalam golongan sebagai
berikut:
a.
Minuman Beralkohol golongan A adalah minuman yang
mengandung etil alkohol atau etanol (C2H50H) dengan kadar
sampai dengan 5% (lima persen);
. Minuman Beralkohol golongan B adalah minuman yang
mengandung etil alkohol atau etanol (C2H50H) dengan kadar
lebih dari 5% (lima persen) sampai dengan 20% (dua puluh
persen); dan
. Minuman Beralkohol golongan C adalah minuman yang
mengandung etil alkohol atau etanol (C2H50H) dengan kadar
lebih dari 20% (dua puluh persen) sampai dengan 55% (lima
puluh lima persen).

BAB III
PERIZINAN INDUSTRI

Pasal 3
Setiap Perusahaan Industri Minuman Beralkohol wajib
memiliki Izin Usaha Industri
Izin Usaha Industri sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
diberikan sesuai dengan ketentuan bidang usaha yang
tertutup dan bidang usaha yang terbuka dengan
persyaratan di bidang penanaman modal.
Pasal 4
Perusahaan Industri Minuman Beralkohol yang telah
memiliki Izin Usaha Industri sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 3 ayat (1) dapat melakukan perubahan, yang meliputi:
a. pindah lokasi;
b. perubahan kepemilikan;
C. perubahan golongan Minuman Beralkohol;
d penggabungan perusahaan menjadi satu lokasi;
e. perubahan nama perusahaan;
f. perubahan alamat lokasi pabrik; atau
g. perluasan untuk penambahan kapasitas produksi.
Perubahan golongan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
huruf d hanya dapat dilakukan terhadap golongan yang
berkadar etil alkohol atau etanol (C2H50H) yang tinggi
menjadi golongan yang berkadar etil alkohol atau etanol
(CgHsOI-I) lebih rendah, yang secara keseluruhan tidak
menambah kapasitas produksi sebagaimana yang
tercantum dalam Izin Usaha Industri yang dimiliki.
Perluasan untuk penambahan kapasitas sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) huruf g hanya dapat dilakukan
terhadap Perusahaan Industri Minuman Beralkohol yang
telah:
a. merealisasikan 100 % (seratus persen) lebih dari
kapasitas produksi yang tercantum dalam Izin Usaha
Industri yang dimiliki;
b. diaudit kemampuan produksinya oleh lembaga
independen yang ditetapkan Direktur J enderal; dan
c. memiliki NPPBKC dan menggunakan pita cukai atas
semua Minuman Beralkohol yang dihasilkan, yang
dibuktikan dengan dokumen pembelian pita cukai.
Perusahaan Industri Minuman Beralkohol yang melakukan
perubahan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) wajib
memiliki perubahan Izin Usaha Industri yang dimiliki.
Ketentuan dan tata cara lebih lanjut mengenai audit
kemampuan produksi sebagaimana dimaksud pada ayat (3)
huruf b diatur dengan Peraturan Direktur Jenderal.

Pasal 5
Izin Usaha Industri sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3
ayat (1) dan pembahan Izin Usaha Industri sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 4 ayat (4) diterbitkan dengan terlebih
dahulu mendapatkan rekomendasi (pertimbangan teknis)
dari Direktur Jenderal.
Izin Usaha Industri dan perubahan Izin Usaha Industri
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diterbitkan oleh
Kepala Badan Koordinasi dan Penanaman Modal
berdasarkan Peraturan Menteri yang mengatur
pendelegasian kewenangan pemberian izin dan sesuai
dengan rekomendasi (pertimbangan teknis) dari Direktur
Jenderal dengan tembusan disampaikan kepada Direktur
Jenderal dan Kepala Kantor Wilayah Bea dan Cukai
setempat.

Pasal 6
Perusahaan Industri Minuman Beralkohol yang mengajukan
permohonan rekomendasi (pertimbanan teknis) untuk
perubahan Izin Usaha Industri sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 5, wajib melampirkan dokumen paling sedikit sebagai
berkut:
a. pindah lokasi:
1.
2.
3.

4.
5.

Izin Usaha Industri yang asli;
Nomor Pokok Pengusaha Barang Kena Cukai (NPPBKC);
persetujuan tertulis dari Kepala Dinas Kabupaten/ Kota
di lokasi yang lama dan lokasi yang baru;
Hasil Berita Acara Pemeriksaan (BAP) dari Pejabat yang
berwenang di kabupaten/kota setempat; dan
Data realisasi produksi 2 (dua) tahun terakhir.
perubahan kepemilikan:
1.
2.
3.
4.

Izin Usaha Industri yang asli;
copy akte perubahan kepemilikan;
Nomor Pokok Pengusaha Barang Kena Cukai (NPPBKC);
dan
Data realisasi produksi 2(dua) tahun terakhir.
perubahan golongan Minuman Beralkohol:
1.
2.
3.

4.
5.

Izin Usaha Industri yang asli;
Nomor Pokok Pengusaha Barang Kena Cukai (NPPBKC);
Surat pernyataan proses produksi telah menggunakan
teknologi fermentasi dan/ atau destilasi;
Hasil Berita Acara Pemeriksaan (BAP) dari Pejabat yang
berwenang di kabupaten/ kota setempat; dan
Data realisasi produksi 2 (dua) tahun terakhir.
penggabungan perusahaan menjadi satu lokasi:

5.

Izin Usaha Industri yang asli;
Nomor Pokok Pengusaha Barang Kena Cukai (NPPBKC);
copy akte perubahan kepemilikan/ penggabungan;
Hasil Berita Acara Pemeriksaan (BAP) dari Pejabat yang
berwenang di kabupaten/kota setempat; dan
Data realisasi produksi 2 (dua) tahun terakhir.
perubahan nama perusahaan;

Izin Usaha Industri yang asli:
Nomor Pokok Pengusaha Barang Kena Cukai (NPPBKC);
copy akte perubahan nama perusahaan; dan
Data realisasi produksi 2 (dua) tahun terakhir.
perubahan alamat lokasi pabrik:
1.
2.
3.
4.

Izin Usaha Industri yang asli;
Nomor Pokok Pengusaha Barang Kena Cukai (NPPBKC);
Surat keterangan dari dinas kabupaten/ kota setempat;
dan
Data realisasi produksi 2 (dua) tahun terakhir.

g.perluasan untuk penambahan kapasitas produksi:
1. Izin Usaha Industri yang asli;
2. Nomor Pokok Pengusaha Barang Kena Cukai (NPPBKC)
dan realisasi penggunaan pita cukai yang dibuktikan
dengan pembelian pita cukai;
3. Surat pernyataan proses produksi menggunakan
teknologi fermentasi;
4. Laporan hasil audit realisasi kapasitas produksi dari
lembaga independen;
5. Persetujuan tertulis dari Gubernur dan Bupati/Walikota
sesuai dengan lokasi Industri Minuman Beralkohol;
6. Hasil Berita Acara Pemeriksaan (BAP) dari Pejabat yang
berwenang di kabupaten/kota setempat; dan
7. Data realisasi produksi 2 (dua) tahun terakhir.

Pasal 7
(1) Perusahaan Industri Minuman Beralkohol yang telah

(1)

(2)

memperoleh Izin Usaha Industri dan perubahan Izin Usaha
Industri, yang selama 2 (dua) tahun berturut—turut tidak
melakukan kegiatan produksi, Izin Usaha Industri
perusahaan yang bersangkutan dicabut dan dinyatakan
tidak berlaku.
Pencabutan Izin Usaha Industri sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) dilakukan oleh Kepala Badan Koordinasi dan
Penanaman Modal berdasarkan rekomendasi dari Direktur
Jenderal dengan tembusan disampaikan kepada Direktur
Jenderal dan Kepala Kantor Wilayah Bea dan Cukai
setempat.

Pasal 8
Izin Usaha Industri Minuman Beralkohol sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 3 ayat (1) diterbitkan sesuai dengan
Peraturan Menteri Perindustrian Nomor 41/ M-IND/ PER—
/ 6/ 2008 tentang Ketentuan dan Tata Cara Pemberian Izin
Usaha Industri, Izin Perluasan dan Tanda Daftar Industri,
dan/atau perubahannya dan tembusan disampaikan kepada
Direktur Jenderal dan Kepala Kantor Wilayah Bea dan Cukai
setempat.
Ketentuan dan tata cara pemberian rekomendasi
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (1) dan Pasal 7
ayat (2) diatur lebih lanjut dengan Peraturan Direktur
Jenderal.

BAB IV
PRODUKSI
Bagian Kesatu
Minuman Beralkohol

Pasal 9
(1) Perusahaan Industri Minuman Beralkohol wajib menerapkan
proses :
a. fermentasi untuk minuman beralkohol golongan A dan
B; dan
b. fermentasi dan destilasi untuk minuman beralkohol
golongan C.
(2) Perusahaan Industri Minuman Beralkohol dalam
melaksanakan ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) dan menjamin mutu produk harus:
a. berpedoman kepada Cara Produksi Pangan Olahan yang
Baik (CPPOB) sesuai dengan Peraturan Menteri
Perindustrian Nomor 75/ M-IND/ 7/2010 tentang Cara
Produksi Pangan Olahan yang Baik dan/atau
perubahannya;
b. menerapkan Standar Nasional Indonesia (SNI) Minuman
Beralkohol yang telah diberlakukan secara wajib; dan
c. memenuhi Ketentuan Teknis mengenai Golongan, Jenis
Produk, Proses Produksi, Mesin dan Peralatan Produksi,
Pengendalian Mutu serta Laboratorium Industri Minuman
Beralkohol sebagaimana tercantum dalam Lampiran I
Peraturan Menteri ini.
(3) Perusahaan Industri Minuman Beralkohol dilarang untuk:
a. melakukan proses produksi dengan cara pencampuran
dengan alkohol teknis dan/atau bahan kimia berbahaya
lainnya;
b. memproduksi Minuman Beralkohol dengan kadar etil
alkohol atau etanol (CsoH) di atas 55 % (lima puluh
lima persen);
c. menyimpan dan menggunakan Alkohol teknis sebagai
bahan baku dalam pembuatan Minuman Beralkohol;
d. memproduksi dengan isi kemasan kurang dari 180 m1;
dan
e. melakukan pengemasan ulang (repacking).

Bagian Kedua
Minuman Beralkohol Tradisional

Pasal 10
(1) Minuman BeralkoholTradisional harus:
a. diproses melalui fermentasi dan destilasi atau fermentasi
tanpa destilasi yang dilakukan secara sederhana;
b. dikemas secara sederhana; dan

9 Peraturan Menteri Perindustrian RI
Nomor; 63/M-IND/PER/7/2014

c. dimanfaatkan untuk kepentingan budaya, adat istiadat
dan upacara keagaamaan.
(2) Minuman Beralkohol Tradisional sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) tidak untuk dijualbelikan.
(3) Pembuatan Minuman Beralkohol Tradisional sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) dilakukan berdasarkan Ketentuan
Teknis mengenai Bahan Baku, Proses Pembuatan dan
Peralatan Pada Minuman Beralkohol Tradisional
sebagaimana tercantum dalam Lampiran II Peraturan
Menteri ini.

BAB V
PELAPORAN
Bagian Kesatu
Minuman Beralkohol

Pasal 1 1
(1) Perusahaan Industri Minuman Beralkohol sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 3 ayat (1) wajib menyampaikan
laporan realisasi produksi sebagai Data Industri kepada
Direktur Jenderal dengan tembusan kepada:
a. Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal;
b. Kepala Pusat Data dan Informasi Kementerian
Perindustrian;
c. Kepala Dinas Provinsi; dan
d. Kepala Dinas Kabupaten/ Kota.
(2) Penyampaian laporan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)

(1)

dilaksanakan setiap semester tahun berjalan dengan
ketentuan sebagai berikut:
a. Semester I per 1 Januari sampai dengan 30 Juni
dilaporkan selambat—lambatnya tanggal 15 Juli tahun
berjalan; dan
b. Semester 11 per 1 Juli sampai dengan 31 Desember
dilaporkan selambat-lambatnya tanggal 15 Januari tahun
berikutnya;
dengan menggunakan Formulir Model Pm—V dan Pm—VI
sebagaimana tercantum dalam Lampiran III Peraturan
Menteri ini.

Bagian Kedua
Minuman Beralkohol Tradisional

Pasal 12
Kepala Dinas Kabupaten/Kota wajib melakukan pendataan
kegiatan usaha pembuatan Minuman Beralkohol
Tradisional.

(2) Kepala Dinas Kabupaten/Kota wajib melakukan pelaporan
atas pendataan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
kepada Direktur Jenderal dan Bupati/Walikota dengan
tembusan kepada Gubernur.
(3) Hasil pendataan sebagaimana dimaksud pada ayat (2)
menjadi bahan pembinaan dan pengawasan usaha
pembuatan Minuman Beralkohol Tradisional.
(4) Ketentuan lebih lanjut mengenai pembinaan dan
pengawasan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) diatur
dengan Peraturan Direktur Jenderal.

BAB VI
PEMBINAAN DAN PENGAWASAN

Bagian Kesatu
Minuman Beralkohol

Pasal 13
(1) Pembinaan dan pengawasan Industri Minuman Beralkohol

(2)

(3)

(4)

(1)

(2)

paling sedikit dilakukan terhadap aspek perizinan,
mesin/peralatan produksi, bahan baku/penolong, proses
produksi, hasil produksi dan mutu Minuman Beralkohol.
Pembinaan dan pengawasan sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) dilaksanakan oleh Direktorat Jenderal, Dinas
Provinsi dan Dinas Kabupaten/Kota secara bersama—sama
atau sesuai dengan kewenangan masing—masing.
Pengawasan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilakukan
setiap 6 (enam) bulan dan/atau sewaktu—waktu.
Hasil pembinaan dan pengawasan sebagaimana dimaksud
pada ayat (3) disampaikan kepada Menteri dengan
tembusan kepada Gubernur, dan Bupati/Walikota.

Bagian Kedua
Minuman Beralkohol Tradisional

Pasal 14
Pembinaan dan pengawasan pembuatan Minuman
Beralkohol Tradisional paling sedikit dilakukan terhadap
lokasi pembuatan, bahan baku/penolong, proses produksi
Minuman Beralkohol Tradisional dan pemanfaatannya.
Pembinaan dan pengawasan sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) dilaksanakan oleh Dinas Provinsi dan Dinas
Kabupaten/Kota secara bersama—sama atau sesuai
kewenangan masing—masing.

Pembinaan dan pengawasan sebagaimana dimaksud pada
ayat (2) dilakukan setiap 6 (enam) bulan dan/atau sewaktu—
waktu.
Hasil pembinaan dan pengawasan sebagaimana dimaksud
pada ayat (3) disampaikan kepada Direktur Jenderal dengan
tembusan disampaikan kepada Gubernur dan Bupati/
Walikota.

Pasal 15
Dalam rangka pembinaan dan pengawasan sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 13 ayat (2) dan ayat (3), Direktur
Jenderal dapat melakukan evaluasi dan monitoring
perkembangan Industri Minuman Beralkohol secara
nasional.
Ketentuan lebih lanjut mengenai pembinaan dan
pengawasan serta evaluasi dan monitoring sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) diatur dalam Peraturan Direktur
Jenderal.

BAB VII
PEMBIAYAAN
Pasal 16
Pelaksanaan pengawasan sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 13 ayat (2) yang dilakukan oleh Direktorat Jenderal,
audit kemampuan produksi sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 4 ayat (3) huruf b, dan. evaluasi dan monitoring
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 15 dibebankan pada
Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara.
Pelaksanaan pengawasan sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 13 ayat (3) yang dilakukan oleh Dinas Provinsi
dan/atau Dinas Kabupaten/Kota, pembinaan dan
pengawasan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14 ayat
(2) dibebankan pada Anggaran Pendapatan dan Belanja
Daerah.
BAB VIII
SANKSI

Pasal 17
Perusahaan Industri Minuman Bberalkohol yang melanggar
ketentuan dalam Peraturan Menteri ini dikenakan sanksi admi—
nistrasi berupa pencabutan Izin Usaha Industri dan/atau
sanksi lain sesuai dengan ketentuan peraturan perundang—
undangan.

BAB IX
KETENTUAN PENUTUP
Pasal 18
Pada saat Peraturan Menteri ini berlaku Peraturan Menteri
Perindustrian Nomor 71/M—IND/PER/7/2012 tentang Pengen—
dalian dan Pengawasan Industri Minuman Beralkohol dicabut
dan dinyatakan tidak berlaku.

Pasa119
Peraturan Menteri ini mulai berlaku pada tanggal
diundangkan.
Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan
pengundangan Peraturan Menteri ini dengan penempatannya
dalam Berita Negara Republik Indonesia.

Ditetapkan di Jakarta
pada tanggal 2 Juli 2014
MENTERI PERINDUSTRIAN
REPUBLIK INDONESIA,
ttd.
MOHAMAD S. HIDAYAT

Diundangkan di Jakarta
pada tanggal 4 Juli 2014
MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA
REPUBLIK INDONESIA,
ttd.
AMIR SYAMSUDIN
BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 2014 NOMOR 918

Salinan sesuai dengan aslinya
Sekretariat Jenderal
Kementerian Perindustrian
Kepala Biro Hukum dan Organisasi

PRAYONO

LAMPIRAN I PERATURAN MENTERI PERINDUSTRIAN REPUBLIK INDONESIA
NOMOR ; 63/M-1ND/PER/6/2013
TANGGAL : 2 Juli 2014

KETENTUAN TEKNIS
GOLONGAN, JENIS PRODUK, PROSES PRODUKSI, MESIN DAN PERALATAN
PRODUKSI, PENGENDALIAN MUTU SERTA LABORATORIUM INDUSTRI
MINUMAN BERALKOHOL
1. GOLONGAN MINUMAN BERALKOHOL
1.1. Minuman Beralkohol Golongan A
Minuman Beralkohol Golongan A adalah minuman beralkohol dengan
kadar etil alkohol atau etanol (C2H50H) 1 % (satu perseratus) sampai
dengan 5 % (lima perseratus).

1.2. Minuman Beralkohol Golongan B
Minuman Beralkohol Golongan B adalah minuman beralkohol dengan kadar
etil alkohol atau etanol (C2H50H) lebih dari 5 % (lima perseratus) sampai
dengan 2O % (dua puluh perseratus).

1.3. Minuman Beralkohol Golongan C
Minuman Beralkohol Golongan C adalah minuman beralkohol dengan kadar
etil alkohol atau etanol (C2H50H) lebih dari 2O % (dua puluh perseratus)
sampai dengan 55 % (lima puluh lima perseratus).

JENIS PRODUK MINUMAN BERALKOHOL
Jenis-jenis produk minuman beralkohol sebagai berikut:
Anggur
Anggur adalah minuman beralkohol yang merupakan hasil peragian sempurna
atau parsial dari buah anggur dan/atau produk yang berasal dari buah
anggur atau campurannya.
Anggur Beras (Rice Wine)
Anggur Beras (Rice Wine) adalah minuman beralkohol yang diperoleh dari
peragian beras atau biji—bijian lain.
Anggur Buah (Fruit Wine)
Anggur Buah (Fruit Wine) adalah minuman beralkohol yang diperoleh dari
peragian sempurna atau parsial dari lumatan buah atau produk yang berasal
dari buah tersebut (misal : sari buah).
Anggur Forti?kasi (Forti?ed Wine)
Anggur Fortifikasi (Forti?ed Wine) adalah anggur yang telah ditambah Spirit
Anggur dan/atau Brandy atau campurannya sehingga memenuhi ketentuan
untuk sherry, port, madeira, marsala, muscat, tokay, frontignac angelica,
malaga, malvasia atau malmsey.
Anggur lokal
Anggur lokal adalah minuman beralkohol yang merupakan hasil peragian
sempurna dalam parsial dari buah—buahan dan diberi tambahan rempah—
rempah.

Lampiran I Peraturan Menteri Perindustrian RI
Norm”: 63/M—M/PER/7/2014

Arak (Samsu)
Arak (Samsu) adalah spirit yang diperoleh dari penyulingan hasil peragian
lumatan beras, sorgum atau molases.
Bir (Pilsener, Lager, Ale, Stout)
Bir (Pilsener, Lager, Ale, Stout) adalah minuman mengandung etanol (C2H50H)
sebagai hasil proses fermentasi khamir (yeast) terhadap bahan baku malt,
dan/atau barley, hops (Humulus lupulus) dan air yang memberikan aroma,
rasa dan sifat khas bir.

Brandy
Brandy adalah spirit yang diperoleh dari penyulingan anggur dan
dimatangkan dalam tong kayu selama tidak kurang dari 2 (dua) tahun.
Brandy Buah (Fruit Brandy)
Brandy Buah (Fruit Brandy) adalah spirit yang diperoleh dari penyulingan
cairan beralkohol (liquor) hasil fermentasi buah selain buah anggur.
Carbonated Wine
Carbonated Wine adalah anggur yang ditambahkan karbondioksida setelah
dibotolkan.
Champagne
Champagne adalah Sparkling Wine yang diperoleh dengan peragian dalam
botol dengan kapasitas tidak lebih dari 5 (lima) liter dan didiamkan (aging)
selama tidak kurang dari 6 (enam) bulan.
Cider
Cider adalah minuman beralkohol yang diperoleh dari peragian sempurna
atau parsial dari lumatan buah apel dan/atau produk yang berasal dari buah
apel (misal : sari apel, konsentrat apel) dengan ketentuan penambahan sari
buah tidak lebih dari 25%.
Gin (Genever)
Gin (Genever) adalah Spirit yang ditambah Junifen’ fructus sebagai aroma
dengan atau tanpa penambahan gula.
Honey Wine, Mead
Honey Wine, Mead adalah minuman beralkohol yang diperoleh dari peragian
campuran madu dengan air atau dengan sari buah, atau campuran madu, air
dan sari buah dengan atau tanpa penambahan herbal atau rempah-rempah,
dan bahan tambahan makanan yang diizinkan.
Likeur (Liqueur)
Likeur (Liqueur) adalah minuman beralkohol yang diperoleh dengan
mencampur atau menyuling spirit dengan atau bersama buah—buahan, bunga,
daun atau sayuran lain atau sarinya, dalam bentuk tunggal atau campuran
atau dengan ekstrak yang berasal dari penyulingan, infus, perkolasi atau
maserasi bahan—bahan tersebut diatas dengan atau tanpa penambahan gula.
Low Alcohol Wine
Low Alcohol Wine adalah Reduced Alcohol Wine dengan kadar etanol (C2H50H)
tidak lebih dari 1,15% v/v.
Malt Wine
Malt Wine adalah anggur yang ditambah dengan sari malt.
2

Lampiran I Peraturan Menteri Perindustrian RI
Nomor:
63/Mai/PER/7/2014

Meat Wine atau Beef Wine
Meat Wine atau Beef Wine adalah anggur yang ditambah dengan sari daging
atau sari daging sapi.
Minuman Spirit
Minuman spirit adalah minuman beralkohol dari penyulingan cairan
beralkohol hasil fermentasi biji—bijian, buah atau gula tebu yang mengandung
etanol lebih dari15% v/ V

Quinine Tonic Wine
Quinine Tonic Wine adalah anggur yang ditambahkan kinina atau senyawa dari
kinina.
Reduced Alcohol Wine
Reduced Alcohol Wine adalah anggur yang dikurangi kadar etanol (C2H50H)nya
dengan cara selain pengenceran dengan air.
Rum
Rum adalah spirit yang diperoleh dari penyulingan cairan beralkohol (liquor)
hasil peragian produk tebu dan dimatangkan dalam tong kayu selama tidak
kurang dari 2 (dua) tahun.
Sparkling wine
Sparkling wine adalah anggur yang karena peragian sempurna atau parsial
terhadap gula yang dikandungnya, mengandung karbon dioksida yang lebih
banyak.
Spirit
Spirit adalah minuman ringan sulingan beralkohol yang diperoleh dari
penyulingan cairan beralkohol hasil fermentasi bahan makanan.
Tuak (Toddy)
Tuak (Toddy) adalah minuman keras yang diperoleh dari peragian dari nira
kelapa atau aren dengan atau tanpa bahan pengawet yang diizinkan.
Vegetable Wine
Vegetable Wine adalah minuman beralkohol yang diperoleh dari peragian dari
produk yang berasal dari sari sayuran, atau sari sayuran dan bagian lain
sayuran, dengan atau tanpa penambahan bahan tambahan makanan yang
diizinkan.
Vodka
Vodka adalah spirit yang diperoleh dari penyulingan cairan beralkohol (liquor)
hasil peragian biji—bijian (grain) dan sesudah penyulingan ditambahkan arang
atau karbon aktif.
Whisky (whiskey)
Whisky (whiskey) adalah spirit yang diperoleh dari penyulingan cairan
beralkohol (liquor) hasil peragian lumatan serealia atau hasil olahnya dan
dimatangkan dalam tong kayu selama tidak kurang dari 2 (dua) tahun.
Wine Coktail ; vermouth ; Flavoured Wine dan Wine Aperitif
Wine Coktail ; vermouth ; Flavoured Wine dan Wine Aperitif adalah anggur atau
anggur forti?kasi yang ditambahkan salah satu atau campuran dari Vegetable
Bitters ;bahan aroma, sari buah, bahan aroma buah, herbal kering dan/atau
aromanya, dengan jumlah anggur atau Anggur Forti?kasi yang digunakan
tidak kurang dari 700 ml / l.
3

Lampiran I Peraturan Menteri Perindustrian RI
N°m0r= 63/M—IND/PER/7/2014
– Flavored alcoholic beverages (Alcopops)
Flavored alcoholic beverages (Alcopops) adalah minuman beralkohol
berkarbonasi yang terbuat dari hasil fermentasi atau hasil destilasi dengan
penambahan bahan tambahan pangan lain dan/atau BTP (Bahan Tambahan
Pangan) .

3. PROSES PRODUKSI MINUMAN BERALKOHOL
3.1. Prinsip Proses Produksi
Pada dasarnya minuman beralkohol (Golongan A, B dan C) diproses melalui
tahapan: persiapan/pengolahan bahan baku, fermentasi, penyaringan, dengan
pasteurisasi /desti1asi, pemeraman/ aging, pencampuran, dan pengisian.
3. 1 . Proses Produksi
3.1.1. Minuman Beralkohol Golongan A
3.1.1.1. Minuman Beralkohol Golongan A berbahan baku buah—buahan dan
hasil pertanian lainnya diluar biji—bijian.
3.1.1.1.1. Deskripsi proses produksi Minuman Beralkohol Golongan A
berbahan baku buah—buahan dan hasil pertanian lainnya diluar biji—
bijian:
a. Persiapan / pengolahan bahan baku
Buah dikupas dan dicuci kemudian diekstrak untuk
mendapatkan sari buah; umbi—umbian dikupas dan dicuci serta
dimasak kemudian dihancurkan. Kultur murni dibiakkan pada
media fermentasi, kemudian dicampur dengan sari
buah/hancuran umbi—umbian dengan/tanpa penambahan gula
yang telah dimasak.
Fermentasi
Bahan yang sudah menjadi adonan difermentasi.
Penyaringan
Penyaringan dilakukan untuk memisahkan serat-serat dari
buah/umbi-umbian/ampas gula dari cairan fermentasi yang
mengandung etanol (CgHsOH).
Pemeraman/ Aging
Pemeraman/ Aging dilakukan untuk menghasilkan cairan
fermentasi yang lebih jernih dan membentuk taste dan aroma
yang diinginkan.
Pencampuran
Pencampuran dilakukan dengan menambahkan bahan pangan
lainnya terhadap hasil fermentasi untuk meningkatkan mutu
produk.
Karbonasi (optional)
Karbonasi dilakukan dengan penambahan C02 untuk
mendapatkan minuman beralkohol ber CO2 sehingga
menghasilkan produk minuman beralkohol golongan A.
Pengisian dan Penutupan Wadah
Pengisian dan penutupan wadah harus dilakukan dengan cara
higienis dalam ruang pengisian yang bersih dan saniter.

Lampiran I Peraturan Menteri Perindustrian RI
Nomor:
63/M-IND/PER/7/2014

h. Pasteurisasi
Pasteurisasi dilakukan untuk membunuh kuman patogen dan
mengurangi sebagian besar mikroba yang dapat mempengaruhi
mutu produk.
i. Pendinginan
Pendinginan dilakukan untuk menghindari panas berlebihan
sehingga tidak banyak bakteri positif yang mati.
j. Pengemasan
Pengemasan dilakukan untuk melindungi produk supaya tidak
rusak pada waktu pengangkutan.
3.2.1.1.2. Diagram alir proses produksi Minuman Beralkohol Golongan A
berbahan baku buah-buahan dan hasil pertanian lainnya diluar biji—
bijian

BUAH—BUAHAN KULTUR MURNI

l
EKSTRAKSI BUAH-
BUAHAN

l
FERMENTASI : PEMBIAKAN BIBIT

PENGHENTIAN PERAGIAN
DENGAN PENAMBAHAN
ETANOL (CsOH)

V
SEPARASI / PEMISAHA
N CAIRAN ENDAPAN

V
PENAMBAHAN BAHAN
TAMBAHAN MAKANAN

v
KARBONASI / PENAMBA
HAN GAS C02

v
PENGISIAN DAN PENGISIAN DAN
PENUTUPAN BOTOL PENUTUPAN BOTOL

v v
PASTEURISASI PASTEURISASI

v V

PENDINGINAN PENDINGINAN

l v
MINUMAN MINUMAN
BERALKOHOL GOL A, BERALKOHOL GOL A,
Ber— CO2 Non— C02

Lampiran I Peraturan Menteri Perindustrian RI
Nomor: 63/M—IND/PER/7/2014
3.1.1.2. Minuman Beralkohol Golongan A berbahan baku malt dan/atau biji-
bijian.
3.1.1.2.1. Deskripsi proses produksi Minuman Beralkohol Golongan A
berbahan baku malt dan/atau biji—bijian:
a. Persiapan/ pengolahan bahan baku
Malt dan/atau biji-bijian digiling, kemudian ditambah air
sehingga membentuk campuran bahan (bubur).
Sakari?kasi
Sakarifikasi dilakukan untuk perombakan karbohidrat menjadi
gula sederhana.
Penyaringan bubur
Penyaringan bubur dilakukan untuk menghasilkan wort.
Pendidihan
Pendidihan wort dilakukan dengan menambah hops.
Pengendapan
Pengendapan dilakukan untuk memisahkan ampas wort.
Pendinginan wort
Pendinginan dilakukan untuk mencapai temperatur yang sesuai
untuk proses fermentasi dengan menambah khamir.
Fermentasi
Bahan yang sudah menjadi adonan difermentasi.
Pro 865 Maturasi / Pematangan
Proses maturasi/pematangan dilakukan dalam suhu rendah.
Penyaringan
Penyaringan dilakukan untuk meningkatkan kejernihan dari
cairan fermentasi sehingga dihasilkan produk Minuman
Beralkohol Golongan A.
Pengisian dan Penutupan Wadah
Pengisian dan penutupan wadah harus dilakukan dengan cara
higienis dalam ruang pengisian yang bersih dan saniter.
Pasteurisasi
Pasteurisasi dilakukan untuk membunuh kuman patogen dan
mengurangi sebagian besar mikroba yang dapat mempengaruhi
mutu produk.
Pengemasan
Pengemasan dilakukan untuk melindungi produk supaya tidak
rusak pada waktu pengangkutan.

3.1.1.2.2.Diagram alir proses produksi

Lampiran I Peraturan Menteri Perindustrian RI
Nomor: 613/M—IND/PER/7/2014

berbahan baku malt dan/atau biji—bijian

MAI. T

V
PENGGILINGAN

V
TEPUNG MAL 7′ A

AIR (STANDARD WHO)

HOPS

V PEMBUBURAN A

Minuman Beralkohol Golongan A

BIJI-BIJIAN

V
PENGGILINGAN

V
V TEPUNG BIJI—BIJIAN

l
PENYARINGAN

l
PENDIDIHAN

RAGI

V

l
PENGENDAPAN

V
PENDINGI NAN

V AM PAS MAL 7′ DAN
ATAU BIJI-BIJ IAN

A
V
V
FERMENTASI a
MATURASI

UDARA

¢
PENYARINGAN
J,
PENGISIAN &
PENUTUPAN KEMASAN
‘L
PASTEURISASI
Jr
BAKU MAL 7)

MINUMAN ALKOHOL GOLONGAN A (BAHAN

3.1.2. Minuman Beralkohol Golongan B

V C02

3.1.2.1. Deskripsi proses produksi Minuman Beralkohol Golongan B:
a. Persiapan/ pengolahan bahan baku
Buah/ serealia diekstrak/ digiling untuk mendapatkan ekstrak
buah/ serealia. Jika dalam proses perlu ditambahkan gula, maka gula
7

Lampiran I Peraturan Menteri Perindustrian RI
N0m0r= 63/M—D1D/PER/7/2014
harus dimasak terlebih dahulu. Setelah itu gula didinginkan
kemudian dicampur dengan ekstrak buah/serealia bersama—sama
dengan kultur murni yang telah dibiakkan.
. Ferme ntasi
Ekstrak buah / serealia difermentasi.
Separasi / Pemisahan
Separasi/pemisahan dilakukan untuk memisahkan ampas ekstrak
buah/serelia dalam cairan fermentasi sehingga dihasilkan cairan
fermentasi yang lebih jemih.
. Pemeraman / Aging
Pemeraman/ Aging dilakukan untuk menghasilkan cairan fermentasi
yang lebih jernih dan membentuk taste dan aroma yang diinginkan.
. Pencampuran
Pencampuran dilakukan dengan penambahan bahan pangan
dan/ atau BTP sesuai dengan kebutuhan.
Minuman beralkohol Golongan B dapat ditambah rempah-rempah
dengan terlebih dahulu direndam dengan etanol (CsoH).
Pengisian dan Penutupan Wadah
Pengisian dan penutupan wadah hams dilakukan dengan cara
higienis dalam ruang pengisian yang bersih dan saniter.
Pengemasan
Pengemasan dilakukan untuk melindungi produk supaya tidak rusak
pada waktu pengangkutan.
3.1.2.2. Diagram alir proses produksi Minuman Beralkohol Golongan B

GULA BUAH-BUAHAN/SEREALIA KULTUR MURNI
.. l
PEMASAKAN EKSTRAKSI BUAH-
BUAHAN/SEREALIA

Dengan/Tanpa Gula

v
: PENDINGINAN : PEMBIAKAN BIBIT

v
SEPARASI/PEMISAHAN REMPAH-REMPAH
CAI RAN ENDAPAN

V
PEMERAMAN/AGI/VG
l 4,
PENCAMPURAN PERENDAMAN DENGAN
A ETANOL (C2H50H)

V
PENGISIAN DAN
PENUTUPAN BOTOL
¢
MINUMAN BERALKOHOL
GOL. B

Lampiran I Peraturan Menteri Perindustrian RI
Nomor: 63, —IND/PER/7/2014

3.1.3. Minuman Beralkohol Golongan C
3.1.3.1. Minuman Beralkohol Golongan C berbahan baku buah dan hasil
pertanian lainnya diluar biji-bijian
3.1.3.1.1. Deskripsi proses produksi Minuman Beralkohol Golongan C
berbahan baku buah dan hasil pertanian lainnya diluar biji-bijian:
a. Persiapan/ pengolahan bahan baku:
Buah dikupas dan dicuci kemudian diekstrak untuk
mendapatkan sari buah; umbi—umbian dikupas dan dicuci
serta dimasak kemudian dihancurkan. Kultur murni dibiakkan
pada media fermentasi, kemudian dicampur dengan sari
buah/hancuran umbi—umbian dengan/tanpa penambahan gula
yang telah dimasak.
Fermentasi
Bahan yang sudah menjadi adonan dilakukan fermentasi.
Separasi / Pemisahan
Separasi/pemisahan dilakukan untuk memisahkan ampas dari
cairan fermentasi.
Destilasi
Destilasi dilakukan untuk meningkatkan kadar etanol (C2H50H)
dalam cairan fermentasi, dan jika diperlukan dapat dilakukan
destilasi bertingkat, sehingga menghasilkan cairan fermentasi
dengan kadar etanol (C2H50H) lebih tinggi.
Pemeraman / Aging
Pemeraman / Aging dilakukan untuk menghasilkan cairan
fermentasi yang lebih jernih dan membentuk taste dan aroma
yang diinginkan dengan kurun waktu berbeda—beda tergantung
jenis produk yang akan dihasilkan.
Pencarnpuran
Pencampuran dilakukan dengan penambahan bahan pangan
dan/atau BTP sesuai dengan kebutuhan.
Pengisian dan Penutupan Wadah
Pengisian dan penutupan wadah harus dilakukan dengan cara
higienis dalam ruang pengisian yang bersih dan saniter.
Pengemasan
Pengemasan dilakukan untuk melindungi produk supaya tidak
rusak pada waktu pengangkutan.

3.1.3.1.2.

3.1.3.2.

3.1.3.2.1.

Lampiran I Peraturan Menteri Perindustrian RI
Nomori 63/M—mD/Pm/7/2014

Diagram alir proses produksi Minuman Beralkohol Golongan C
berbahan baku buah dan hasil pertanian lainnya diluar biji—bijian

BUAH-BUAHAN

KULTUR MURNI

V
EKSTRAKSI BUAH-
BUAHAN

v
FERM ENTASI

PEMBIAKAN BIBIT

A

V

SEPARASI/ PEMISAHAN

l
DISTILASI

ENDAPAN

V

v
PEMERAMAN/AGI/VG

V
PENCAMPURAN

V
PENGISIAN DAN
PENUTUPAN BOTOL

V
MINUMAN BERALKOHOL
GOLONGAN C
Deskripsi proses produksi Minuman Beralkohol Golongan C
berbahan baku malt dan biji—bijian
Deskripsi proses produksi Minuman Beralkohol Golongan C
berbahan baku malt dan biji—bijian:
a. Persiapan/ pengolahan bahan baku
Malt dan/ atau biji-bijian digiling, kemudian ditambah air
sehingga membentuk campuran bahan (bubur).
Sakarifikasi
Sakari?kasi dilakukan untuk merombak karbohidrat menjadi
gula sederhana.
Penyaringan
Penyaringan bubur dilakukan untuk menghasilkan wort.
Pendidihan
Pendidihan wort dilakukan dengan menambah hops.
Pengendapan
Pengendapan dilakukan untuk memisahkan ampas wort.
1O

Lampiran I Peraturan Menteri Perindustrian RI
Nomor: 63m—IND/PER/7/2014

Pendinginan wort
Pendinginan dilakukan untuk mencapai temperatur yang sesuai
untuk proses fermentasi dengan menambah khamir.
Fermentasi
Bahan yang sudah menjadi adonan dilakukan fermentasi.
Separasi/ Pemisahan
Separasi/ pemisahan dilakukan untuk memisahkan ampas dari
cairan fermentasi.
Destilasi
Destilasi dilakukan untuk meningkatkan kadar etanol (C2H50H)
dalam cairan fermentasi, dan jika diperlukan dapat dilakukan
destilasi bertingkat, sehingga menghasilkan cairan fermentasi
dengan kadar etanol (C2H50H) lebih tinggi.
Pemeraman / Aging
Pemeraman / Aging dilakukan untuk menghasilkan cairan
fermentasi yang lebih jernih dan membentuk taste dan aroma
yang diinginkan dengan kurun waktu berbeda-beda tergantung
jenis produk yang akan dihasilkan.
Pencampuran
Pencampuran dilakukan dengan penambahan bahan pangan
dan/ atau BTP sesuai dengan kebutuhan.
Pengisian dan Penutupan Wadah
Pengisian dan penutupan wadah harus dilakukan dengan cara
higienis dalam ruang pengisian yang bersih dan saniter.
. Pengemasan
Pengemasan dilakukan untuk melindungi produk supaya tidak
rusak pada waktu pengangkutan.

11

Lampiran I Peraturan Menteri Perindustrian RI
Nomor: 63/M—IND/PER/7/2014
3.2.3.2.2 Diagram alir proses produksi Minuman Beralkohol Golongan C
berbahan baku malt dan/atau biji—bijian
MALTDAN/ATAU
BIJI-BIJIAN

v
PENGGILINGAN
Jr
PEMBUBURAN

V
PENYARINGAN

i
PENDIDIHAN

V AMPAS MALTDAN/
ATAU BIJI-BIJIAN

V
PENGENDAPAN

KULTUR MURNI

v PENDDlGINAN

J.
PEMBIAKAN BIBIT V FERMENTASI

SEPARASI/ PEMISAHAN

V
DESTTLASI /DESTILASI
BERTINGKAT

PEMERAM AN/AGING

V
PENCAMPURAN

V V

PENGIS
PENUTUP

IAN DAN
AN BOTOL

V V
MINUMAN BERALKOHOL
GOLONGAN C

12

V

ENDAPAN

Lampiran I Peraturan Menteri Perindustrian RI
N°m°r= 63/M—IND/PER/7/20’l4

4. MESIN/ PERALATAN PRODUKSI MINUMAN BERALKOHOL:
4.1. Mesin/ peralatan produksi Minuman Beralkohol Golongan A
4.1.1.Mesin/pera1atan produksi Minuman Beralkohol Golongan A
berbahan baku buah—buahan dan hasil pertanian lainnya diluar
biji—bijian
Dari aspek mesin/peralatan yang kontak langsung dengan
minuman beralkohol, terdapat 2 (dua) hal yang harus
diperhatikan yaitu:
4.1.1.1. Bahan mesin/peralatan
Seluruh bahan mesin/peralatan yang kontak langsung
dengan bahan / bahan setengah jadi / bahan
lainnya/produk minuman beralkohol, harus dibuat dari
bahan yang food grade.
4.1.1.2. Jenis mesin/peralatan
Mesin/peralatan minimal yang harus tersedia untuk
proses produksi:
a. Juice ekstraktor
Juice ekstraktor dipergunakan untuk menghasilkan
sari buah-buahan;
b. Fermentor
Fermentor dipergunakan untuk proses fermentasi
menghasilkan etanol (C2H50H);
c. Filter/ Separator
Filter berupa saringan dan/atau separator berupa
mesin pemusing dipergunakan untuk memisahkan
cairan dan ampas;
(:1. Aging Tank
Aging Tank dipergunakan untuk mematangkan cairan
fermentasi dengan cara menyimpan dalam kondisi
tertentu untuk menghasilkan rasa clan aroma cairan
yang diharapkan;
e. Chiller
Chiller dipergunakan untuk mendinginkan hasil
pasteurisasi;
f. Carbonator
Carbonator dipergunakan untuk menambahkan C02
pada hasil pasteurisasi;
g. Filler dan Capper
Filler dipergunakan untuk mengisi produk minuman
beralkohol G01. A ke dalam wadah, sedangkan caper
dipergunakan untuk menutup wadah;
h. Pasteuriser
Pasteuriser dipergunakan untuk membunuh bakteri
patogen; dan
i. Packer
Packer dipergunakan untuk mengemas produk
Minuman Beralkohol Golongan A berbahan baku

13

Lampiran I Peraturan Menteri Perindustrian RI
Nomor: 63/M—1ND/PER/7/2014
buah-buahan dan hasil pertanian lainnya diluar biji-
bijian.
4.1.2.Mesin/peralatan produksi Minuman Beralkohol Golongan A
berbahan baku Malt dan/atau biji-bijian
Dari aspek penggunaan mesin/peralatan yang kontak langsung
dengan bahan/bahan setengah jadi/bahan lainnya/produk
minuman beralkohol, terdapat 2 (dua) hal yang harus
diperhatikan yaitu:
4. 1.2. 1. Bahan mesin/ peralatan
Seluruh bahan mesin/peralatan yang kontak langsung
dengan bahan/ bahan setengah jadi/ bahan
lainnya/produk minuman beralkohol, harus dibuat dari
bahan yang food grade.
4.1.2.2. Jenis mesin/peralatan
Mesin/peralatan minimal yang harus tersedia untuk
proses produksi:
a. Mesin Penggiling
Mesin penggiling dipergunakan untuk menggiling malt
dan/ atau biji-bijian lainnya;
b. Filter
Filter dipergunakan untuk menyaring campuran
bubur malt dan/atau biji-bijian lainnya;
c. Wort kettle
Wort kettle dipergunakan untuk pendidihan wort;
d. Separator / whirlpool
Separator dipergunakan untuk memisahkan ampas
dari cairan wort;
6. Yeast Tank
Yeast Tank dipergunakan untuk menampung yeast
yang siap digunakan sebagai agent fermentasi;
f. Wort cooler
Wort cooler dipergunakan untuk mendinginkan wort;
g. Fermentor dan Aging Tank
Fermentor dipergunakan untuk fermentasi wort yang
telah diinokulasi yeast menjadi cairan fermentasi,
sedangkan aging tank dipergunakan untuk
mematangkan cairan fermentasi dengan cara
menyimpan dalam kondisi tertentu untuk
menghasilkan rasa dan aroma cairan yang
diharapkan;
h.Filter
Filter dipergunakan untuk menyaring cairan menjadi
produk yang jernih;
i. Filler dan Capper
Filler dipergunakan untuk mengisi produk ke dalam
wadah, sedangkan capper dipergunakan untuk
menutup wadah;
j. Pasteuriser
Pasteuriser dipergunakan untuk membunuh bakteri
patogen sehingga menjadi produk yang siap
dikonsumsi; dan

14

4.2.

4.3.

Lampiran I Peraturan Menteri Perindustrian RI
N0m0r= 63/M—mD/PER/7/2014

k. Packer
Packer dipergunakan untuk mengemas produk
Minuman Beralkohol Golongan A berbahan baku malt
dan/ atau biji—bijian.
Mesin/ peralatan produksi Minuman Beralkohol Golongan B
Dari aspek penggunaan mesin/peralatan yang kontak langsung dengan
bahan/bahan setengah jadi/bahan lainnya/produk minuman
beralkohol, terdapat 2 (dua) hal yang harus diperhatikan yaitu:
4.2. 1 . Bahan mesin/ peralatan
Seluruh bahan mesin/peralatan yang kontak langsung dengan
bahan/bahan setengah jadi/bahan lainnya/produk minuman
beralkohol, harus dibuat dari bahan yang food grade.
4.2.2. Jenis Mesin/Peralatan:
Mesin/peralatan minimal yang harus tersedia untuk proses
produksi:
a. Juice extractor
Juice extractor dipergunakan untuk menghasilkan cairan
buah;
b. Cooking tank
Cooking tank dipergunakan untuk memasak gula sehingga
siap untuk dicampurkan dengan ekstrak buah/ serealia;
c. Fermentor
Fermentor dipergunakan untuk fermentasi cairan buah oleh
biakan kultur murni (yeast) menjadi cairan fermentasi;
d. Separator
Separator dipergunakan untuk memisahkan ampas dari
cairan fermentasi sehingga diperoleh cairan fermentasi jernih;
e. Aging tank
Aging tank dipergunakan untuk mematangkan cairan
fermentasi (jernih) dengan cara menyimpan dalam kondisi
tertentu untuk menghasilkan rasa dan aroma yang
diharapkan;
f. Mixer
Mixer dipergunakan untuk mencampur cairan fermentasi
dengan bahan tambahan pangan/ BTP;
g. Alat ekstraksi rempah—rempah
Alat ekstraksi rempah—rempah dipergunakan untuk
penyiapan dan pencampuran rempah-rempah serta
perendaman dengan etanol (C2H50H);
h. Filler dan capper
Filler dipergunakan untuk mengisi produk ke dalam wadah,
sedangkan capper dipergunakan untuk menutup wadah; dan
i. Packer
Packer dipergunakan untuk mengemas produk.
Mesin/ peralatan produksi Minuman Beralkohol Golongan C
4.3.1. Mesin/peralatan produksi Minuman Beralkohol Golongan C
berbahan baku buah-buahan dan hasil pertanian lainnya diluar
biji—bijian

15

4.3.2.

Lampiran I Peraturan Menteri Perindustrian RI
Nomor: 63m—IND/PER/7/2014
Dari aspek mesin/peralatan yang kontak langsung dengan
minuman beralkohol, terdapat 2 (dua) hal yang harus
diperhatikan yaitu:
4.3. 1. 1. Bahan mesin / peralatan
Seluruh bahan mesin /pera1atan yang kontak langsung
dengan bahan / bahan setengah jadi / bahan
lainnya/produk minuman beralkohol, harus dibuat dari
bahan yang food grade.
4.3. 1.2. J enis mesin/ peralatan
Mesin/peralatan minimal yang harus tersedia untuk
proses produksi:
a. Juice extractor
Juice extractor dipergunakan untuk menghasilkan
sari buah-buahan;
b. Fermentor
Fermentor dipergunakan untuk proses fermentasi
menghasilkan etanol (C2H50H);
c. Filter/ Separator
Filter berupa saringan dan/atau separator berupa
mesin pemusing dipergunakan untuk memisahkan
cairan dan ampas;
d. Distiller
Distiller dipergunakan untuk penyulingan cairan
fermentasi sehingga menghasilkan destilat berkadar
etanol (C2H50H) lebih tinggi;
e. Aging Tank.
Aging Tank dipergunakan untuk memeram cairan
fermentasi dengan cara menyimpan dalam kondisi
tertentu untuk menghasilkan rasa dan aroma cairan
yang diharapkan;
f. Filler dan Capper
Filler dipergunakan untuk mengisi produk ke dalam
wadah, sedangkan capper dipergunakan untuk
menutup wadah; dan
g. Packer
Packer dipergunakan untuk mengemas produk
Minuman Beralkohol Golongan C berbahan baku
buah-buahan dan hasil pertanian lainnya diluar biji-
bijian.
Mesin/ peralatan produksi Minuman Beralkohol Golongan C
berbahan baku Malt dan/atau biji-bijian
Dari aspek penggunaan mesin/peralatan yang kontak langsung
dengan bahan/bahan setengah jadi/bahan lainnya/produk
minuman beralkohol, terdapat 2 (dua) hal yang harus
diperhatikan yaitu:
4.3.2.1. Bahan mesin/ peralatan
Seluruh bahan mesin/peralatan yang kontak langsung
dengan bahan / bahan setengah jadi/ bahan
lainnya/produk minuman beralkohol, harus dibuat dari
bahan yang food grade.

16

Lampiran I Peraturan Menteri Perindustrian RI
Nomor: 63/M—IND/PER/7/2014
4.3.2.2. Jenis mesin/peralatan
Mesin/peralatan minimal yang harus tersedia untuk
proses produksi:
a. Mesin Penggiling
Mesin penggiling dipergunakan untuk menggiling
malt dan/atau biji—bijian lainnya;
Filter
Filter dipergunakan untuk menyaring campuran
bubur malt dan/atau biji—bijian lainnya;
Wort kettle
Wort kettle dipergunakan untuk pendidihan wort;
Separator / whirlpool
Separator dipergunakan untuk memisahkan ampas
dari cairan wort;
Yeast Tank
Yeast Tank dipergunakan untuk menampung yeast
yang siap digunakan sebagai agent fermentasi;
Wort cooler
Wort cooler dipergunakan untuk mendinginkan wort;
Fermentor
Fermentor dipergunakan untuk fermentasi wort yang
telah diinokulasi yeast menjadi cairan fermentasi;
. Filter
Filter dipergunakan untuk menyaring cairan
menjadi produk yang jernih;
Distiller
Distiller dipergunakan untuk penyulingan cairan
fermentasi sehingga menghasilkan destilat berkadar
etanol (C2H50H) lebih tinggi;
j. Aging Tank.
Aging Tank dipergunakan untuk memeram cairan
fermentasi dengan cara menyimpan dalam kondisi
tertentu untuk menghasilkan rasa dan aroma cairan
yang diharapkan;
Filler dan Capper
Filler dipergunakan untuk mengisi produk ke dalam
wadah, sedangkan capper dipergunakan untuk
menutup wadah; dan
Packer
Packer dipergunakan untuk mengemas produk
Minuman Beralkohol Golongan C berbahan baku
malt dan/ atau biji—bijian.

5. PENGENDALIAN MUTU PRODUK
Pengendalian mutu produk dimaksudkan untuk menjamin tercapainya mutu
produk sesuai SNI/standar mutu yang berlaku, dan parameter minimal yang
diukur untuk pengendalian mutu produk adalah:
Keadaan : bau, rasa;
Etanol (C2H50H);
99.02» Cemaran mikroba :
khamir.

Bahan tambahan makanan: zat warna, pengawet, pemanis buatan; dan
angka lempeng total, bakteri coliform, kapang, dan

17

Lampiran I Peraturan Menteri Perindustrian RI
Nomor: 63/M-ND/PER/7/2014

6. LABORATORIUM INDUSTRI MINUMAN BERALKOHOL
Untuk melakukan pengendalian mutu minuman beralkohol pada Golongan A,
B dan C, Perusahaan Industri Minuman Beralkohol harus memiliki
laboratorium pengendalian produksi yang mampu menganalisa parameter uji
?siko—kimia dan mikrobiologi, dengan peralatan minimal sebagai berikut:
pH meter;
peralatan gelas;
piknometer;
refraktometer; dan
@9203?” termometer.

MENTERI PERINDUSTRIAN
REPUBLIK INDONESIA

ttd.

MOHAMAD S. HIDAYAT

Salinan sesuai dengan aslinya
Sekretariat J enderal
Kementerian Perindustrian
Kepala Biro Hukum dan Organisasi
– . “l’. _’ ”1-.
– ‘1’1E:’-“¥i“f5R-WONO

18

LAMPIRAN II PERATURAN MENTERI PERINDUSTRIAN REPUBLIK INDONESIA
NOMOR ;63/M-IND/PER/7/2014
TANGGAL: 2 Juli 2014

KETENTUAN TEKNIS

BAHAN BAKU, PROSES PEMBUATAN DAN PERALATAN
PADA MINUMAN BERALKOHOL TRADISIONAL

Minuman beralkohol tradisional merupakan minuman mengandung etanol
(C2H50H) yang dibuat secara tradisional, menggunakan bahan baku yang diperoleh
dari Wilayah setempat dan produknya diedarkan di Wilayah kabupaten/kota
setempat serta dipergunakan untuk upacara adat dan keagamaan.

1. Bahan baku.
Bahan baku untuk pembuatan minuman beralkohol tradisional berasal dari
serealia, nira, buah—buahan, dan tetes tebu. Aspek yang harus dilakukan untuk
penyiapan bahan baku adalah pemeriksaan organoleptik meliputi aroma, rasa,
warna dan penampilan ?sik.
2. Proses Pembuatan.
2.1 Prinsip proses pembuatan
Pada dasarnya minuman beralkohol tradisional diproses melalui 5 (lima)
tahap yaitu :
a. Persiapan/ pengolahan bahan baku
Persiapan/ pengolahan bahan baku bertujuan untuk memperlakukan
bahan baku siap di fermentasi;
Fermentasi
Fermentasi untuk mengubah gula menjadi etanol (C2H50H);
Penyaringan
Penyaringan untuk memperoleh hasil fermentasi yang terpisah dari
endapan;
Destilasi
Destilasi diperlukan untuk meningkatkan kadar etanol (C2H50H); dan
Pencampuran
Pencampuran dilakukan dengan menambah bahan tambahan
pangan/BTP ke dalam hasil fermentasi untuk meningkatkan aroma dan
cita rasa.

Lampiran ll Peraturan Menteri Perindustrian RI
Nomor: 63/M- IND/PER/7/2014

2.2 Proses pengolahan
a. Persiapan pengolahan bahan baku
Buah dikupas dan dicuci kemudian dipisahkan untuk mendapatkan sari
buah, serealia dimasak kemudian dihancurkan.

. Fermentasi
Bahan baku setelah dimasak kemudian didinginkan secara alami dalam
tong, selanjutnya dilakukan fermentasi beberapa hari tergantung dari
hasil uji organoleptik. Dalam tahap fermentasi, ragi dibiakan terlebih
dahulu kemudian dicampur langsung dengan bahan baku.
Penyaringan
Penyaringan dilakukan untuk memisahkan serat-serat kotoran lain.
Pemeraman/Aging
Pemeraman/aging dilakukan untuk menghasilkan cairan fermentasi
yang lebih jernih dan membentuk taste dan aroma yang diinginkan
dengan kurun waktu berbeda—beda tergantung jenis produk yang akan
dihasilkan.
Pencampuran
Proses pencampuran dilakukan dengan menambah rempah-rempah
pada hasil fermentasi yang telah di aging.
Destilasi
Destilasi dilakukan untuk menghasilkan minuman beralkohol tradisional
dengan kadar etanol (C2H50H) yang lebih tinggi.
Pengisian dan penutupan
Pengisian dan penutupan wadah dilakukan dengan menggunakan alat
pengisian sederhana atau dengan alat pengisi secara manual dengan
tutup yang bersih serta dilakukan dengan cara higienis dalam ruang
pengisian yang bersih dan saniter.

Lampiran II Peraturan Menteri Perindustrian RI
Nomor: 63/M- IND/PER/7/2014
2.3 Diagram Alir Proses dan Peralatan Pembuatan Minuman Beralkohol
Tradisional

NIRA AREN UMBI- BUAH-BUAHAN GULA
UMBIAN/SEREALIA

Tempat Masak Alat Giling Tempat Masak
I
PEMASAKAN SARI BUAH CAIRAN GULA

Tong Fermentasi

J, ‘

‘ ”

V

> FERMENTASI Y54577RAGI

l

Kain Saring

PEMISAHAN CAIRAN
DAN ENDAPAN

J

Alat Destilasi Sederhana

r

DESTILASI

Tong Pengendapan

V
PEMERAMAN/AGING <————— Tong Pengaduk V PENCAM PURAN DENGAN REMPAH-REMPAH/BAHAN TAMBAHAN MAKANAN Alat Pengis' V PENGISIAN DAN PENUTUPAN WADAH ‘ MINUMAN BERALKOHOL TRADISIONAL 3. Peralatan Pembuatan. 3.1 Peralatan. Seluruh peralatan yang digunakan untuk memproduksi minuman beralkohol tradisional dibuat dari bahan yang tidak membahayakan kesehatan. DJ Lampiran II Peraturan Menteri Perindustrian RI Nomor; 63/M-IND/PER/7/2014 3.2 J enis peralatan. Peralatan minimal yang harus dipenuhi untuk proses pembuatan adalah: a. Peralatan persiapan bahan baku. Peralatan persiapan bahan baku dibuat dari bahan kayu atau plastik, dipergunakan untuk bahan siap dicampur dan di fermentasi; Alat pemasak Alat pemasak dipergunakan untuk memasak umbi—umbian/ serealia; Tong kayu untuk fermentasi. Tong kayu untuk fermentasi dipergunakan untuk melakukan fermentasi bahan baku menjadi cairan fermentasi; Kain saring Kain saring dipergunakan untuk memisahkan serat—serat kotoran lain; Tong kayu/ guci untuk aging Tong kayu/guci untuk aging dipergunakan untuk memeram cairan fermentasi sehingga menghasilkan rasa dan aroma yang diharapkan; Alat pencampur Alat pencampur berupa tong kayu/guci, dipergunakan untuk mencampur dan menambah rempah—rempah pada hasil fermentasi yang telah diperam; Alat penyuling Alat penyuling dipergunakan untuk meningkatkan kadar etanol (C2H50H) yang lebih tinggi; dan Alat Pengisian dan Penutupan Wadah Alat Pengisian dan penutupan wadah dipergunakan untuk mengisi sekaligus menutup produk dalam wadah. 4. Pencucian Wadah. 4.1 4.2 Wadah Wadah yang digunakan harus dicuci dengan sikat menggunakan berbagai jenis deterjen dan pembilasan menggunakan air bersih. Pemeriksaan. Pemeriksaan dilakukan sebelum dan sesudah pencucian secara kasat mata dan teliti sehingga kemasan layak digunakan. 5. Bahan Wadah. Wadah minuman beralkohol tradisional dapat dibuat dari kaca, guci (keramik), kayu dan bambu. Lampiran II Peraturan Menteri Perindustrian RI Nomor: 63/M-ND/PER/7/20l4 . Pengendalian Mutu. Pengendalian mutu ditujukan untuk menjamin konsistensi mutu produk. Pengendalian dilakukan dengan uji secara organoleptik, sedangkan pengujian mutu produk dapat dilakukan oleh dinas kesehatan setempat. . Jenis Produk Jenis produk minuman beralkohol tradisional adalah sebagai berikut: Anggur buah, anggur beras, anggur sayuran, anggur madu, tuak, arak, spirit Contoh daerah penghasil dan nama produk minuman beralkohol tradisional, antara lain seperti: - Bali : arak api - Manado dan Minahasa : cap tikus dan sagoer - Maluku : sopi - Sumatera : tuak - Yogyakarta : lapen - Banyumas dan Sukoharjo : Ciu - Jawa Timur : legen MENTERI PERINDUSTRIAN REPUBLIK INDONESIA, ttd. MOHAMAD S. HIDAYAT Salinan sesuai dengan aslinya Sekretariat J enderal Kementerian Perindustrian Kepala Biro Hukum dan Organisasi f. -i;_§lx’x'iYm.INO J LAMPIRAN 111 PERATURAN MENTERI PERINDUSTRIAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR :63/M—IND/PER/7/20l4 TANGGAL : 2Juli 2014 DAFTAR MODEL FORMULIR 1. Model Pm—V : Data Industri Per Semester 2. Model Pm—VI : Data Industri Tahunan MENTERI PERINDUSTRIAN REPUBLIK INDONESIA, ttd. MOHAMAD S. HIDAYAT Salinan sesuai dengan aslinya Sekretariat J enderal Kementerian Perindustrian Kepala Biro Hukurn dan Organisasi .‘ ' D 1.} \6" £334... K“ ”I; I it'ss.7 $31? \, 'rb‘tYONO ,_ \rm, up ~ --.~, . 13mm 'm V ——--QQ,1,°Q I Diisi oleh Pemohon l Nomor Lampiran: Perihal : Data Industri. Semester : Pertama Tahun : ............. I. KETERANGAN UMUM : Nama Perusahaan Nomor danTanggal Izin Usaha Industri Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) Jenis Industri (KBLI) II. PRODUKSI (Dalam Juta Rp.) Lampiran III Peraturan Menteri Perindustrian RI Nomor363/M- IND/PER/7/2014 Model Pm—V Kepada Yth. Direktur Jenderal di .................... ....... NO. KOMODITI JUMLAH/BULAN SATUAN l 2 3 456 NILAI HARGA JUAL PABRIK (Rp) Demikian keterangan ini kami buat dengan sebenarnya, dan apabila ternyata tidak benar, kami bersedia menerima sanksi sesuai dengan ketentuan peraturan perundang—undangan. Tembusan: 20... Yang Melaporkan, (Tanda tangan Penanggung J awab) Nama Terang : ..... Jabatan : ..... 1. Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal; 2. Kepala Pusat Data dan Informasi Kementerian Perindustrian; 3. Kepala Dinas Perindustrian Provinsi ...... 4. Kepala Dinas Kabupaten/Kota ........ 5. Arsip. ........................... I Diisi oleh Pemohon ] Nomor Lampiran : Perihal : Data Industri. DATA UMUM PERUSAHAAN 1. Nama Perusahaan Lampiran ||| Peraturan Menteri Perindustrian RI Nomor: 63/M—IND/PER/7/2014 Model Pm-VI Kepada Yth. Direktur Jenderal di ........................... 2. Nama Pimpinan/ Penanggung J awab: ........................................................... Perusahaan J alan / Desa Kelurahan Kecamatan Kabupaten / Kota Provinsi No. Telp No. Faximel N0. HP Jenis Industri (KBLI 5 digit) Jenis Produksi (KKI 9 digit) Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) Alamat Perusahaan J alan / Desa Kelurahan Kecamatan Kabupaten / Kota Provinsi No. Telp No. Faximel Lokasi wwwogoqp 9.015;.“ Vmwogocw i. Luas Tanah (M2) 7. Alamat Pabrik J alan / Desa Kelurahan Kecamatan Kabupaten / Kota Provinsi No. Telp No. Faximel F®W999¢9 Lokasi i. Luas Tanah (M2) ..... ..... ..... ..... ........................................................ ........................................................ ........................................................ ........................................................ ........................................................ ........................................................ ........................................................ ........................................................ ........................................................ ........................................................ ........................................................ ........................................................ ........................................................ ........................................................ Lahan Peruntukan ......................... Di dalam Kawasan Industri Di dalam Kawasan Berikat Di Luar Kawasan Industri Komplek Industri Daerah Lain ........................................................ ......................................................... ......................................................... ......................................................... ......................................................... Lahan Peruntukan ........................ Di dalam Kawasan Industri c. Di dalam Kawasan Berikat Di Luar Kawasan Industri Komplek Industri Daerah Lain Lampiran ||| Peraturan Menteri Perindustrian RI Nomor: 63/M—1ND/PER/7/2014 Model Pm—VI II. LEGALITAS PERUSAHAAN 1. Bentuk Badan Usaha : 1) Perorangan, 2) C.V., 3) P.T., 4) Koperasi, 5) U.D., 6) Lainnya, sebutkan .................... 2. Nomor Akta Pendirian : ............................................................... 3. Nama Notaris : ............................................................... 4. Tgl. Akte Pendirian Perusahaan : ............................................................... 5. Tgl. Mulai Beroperasi/Produksi : ............................................................... 6. Legalitas/Izin Usaha a. TDI/TDP : No. ............ Tgl. ............... b. IUI : No. ............ Tgl. ............... c. SIUP : No. ............ Tgl. ............... d. Serti?kat Halal : No. ............ Tgl. ............... e. SNI : No. ............ Tgl. ............... f. Pangan Industri Rumah Tangga : No. ............ Tgl. ............... g. Lainnya, sebutkan .................................. No Tgl. ......................................... No Tgl. ......................................... No Tgl. ......................................... No Tgl ......................................... No Tgl ......................................... No Tgl III. NILAI INVESTASI 1. Modal Tetap (Rp.) a. Tanah : .................................................. b. Bangunan : .................................................. c. Mesin/Peralatan : .................................................. d. Dan Lain-lain : .................................................. 2. Modal Kerja (Rp.) a. Bahan Baku : ........................................................... b. Upah : ........................................................... 0. Dan Lain-lain : ........................................................... 3. Sumber Pembiayaan (Rp.) a. Modal Sendiri : ........................................................... b. Pinjaman : ........................................................... c. Dan Lain—lain : ........................................................... IV. PRODUKSI 1. Jenis dan Kapasitas Produksi: No. Jenis Produksi Kapasitas Produksi Per Tahun Satuan 91.45.0350? Lampiran ||| Peraturan Menteri Perindustrian RI 63/M—mD/PER/7/2014 Model Pm—VI Nomor: 2. Jumlah dan Nilai Produksi: No. Jumlah Produksi Per Tahun Jenis Produksi Satuan Produksi Juta) % Pemasaran Produk % Dalam Negeri % Ekspor (N egara) Keterangan 9‘9“?w 3. Sistim Berproduksi: No. Uraian Ya Tidak Berdasarkan Pesanan/ Permintaan Berproduksi Terus Menerus Tergantung Ketersediaan Bahan Baku PP’PI“ Lajnnya sebutkan a. b. C. 4. Gambarkan Alur Proses Produksi Yang Dilakukan (agar dilampirkan l). 5. Sistim Manajemen Mutu Yang Telah Diterapkan Dalam Perusahaan: Z .0 J enis Ya Tidak Keterangan SP/MD SNI ISO — 9000 ISO —— 14000 GMP HACCP GKM Produksi Bersih PWNQP‘PWPE“ Lainnya, sebutkan .......................... Lampiran III Peraturan Menteri Perindustrian RI Nomor: 63/M—IND/PER/7/2014 Model Pm-VI 6. Mesin Peralatan: a. Mesin Peralatan Produksi Im or: No. Nama Mesin / Peralatan Utama Negara Mer Tahu A sal k n Spesi?kas i Jumlah Satuan Kapasita s Terpasan g Harga (Rp. J uta) Ket Harga impor dengan Kurs 1 US $ = Rp. ........................ b. Mesin Peralatan Produksi Dalam Negeri: No. Buata n Prov Nama Mesin / Peralatan Utama Mer Tahu k n Spesi?kas i Jumlah Satuan Kapasita s Terpasan g Harga (Rp. Juta) Ket v. SUMBER DAYA MANUSIA 1. Jumlah Tenaga Kerja di Perusahaan: No. Uraian Jumlah Tenaga Kerja (orang) Laki—laki Wanita Jumlah Bagian Produksi Bagian Pemasaran Bagian Administrasi / Kantor Bagian ............................... snésnwr Bagian ............................... Jumlah 2. Asal Tenaga Kerja: No. Uraian Laki-Indonesia @rangL Asing (oran ) laki Wanita Jumlah Laki- laki Wanita Jumlah ._o Bagian Produksi Bagian Pemasaran we Bagian Administrasi / Kantor Bagian ................... ................... Jumlah Lampiran Ill Peraturan Menteri Perindustrian RI Nomor: 3. Latar Belakang Pendidikan Karyawan Perusahaan: 63/M—IND/PER/7/2014 Model Pm—VI NO' . Pendidikan uralan 8—2 8—1 D—3 SLTA SLTP SD Jumlah (orang 1. Bagian Produksi 2. Bagian Pemasaran 3. Bagian Administrasi / Kantor 4. Bagian ................... 5. Bagian ................... 4. Status Karyawan di Perusahaan: I . Status Karyawan Jumlah NO' Uralan Tetap Tidak Harian Magang (orang) Tetap 1. Bagian Produksi 2. Bagian Pemasaran 3. Bagian Administrasi/ Kantor 4. Bagian ................... 5. Bagian ................... VI. BAHAN BAKU/ PENOLONG Jenis, Sumber Dan Harga Bahan Baku / Penolong Yang Digunakan Selama 3 Bulan: No. Jenis Bahan Baku / Penolong Sumber Bahan Baku Jumlah Kebutuhan Dalam Negeri Impor (Negara) Per 3 bln Satuan Harga Per- Biaya Kg Keseluruhan (RP) (R11) Jenis Produksi a. Bahan Baku Utama Jumlah b. Bahan Penolong Total Jenis Produksi a. Bahan Baku Utama Jumlah b. Bahan Penolong 3) Dan seterusnya VII. SUMBER DAYA/ ENERGI Lampiran Ill Peraturan Menteri Perindustrian RI Nomor: 63?‘l—IND/PER/7/2014 Model Pm—VI Kebutuhan Bahan Baku / Energi Dan Penerangan: . Ka asitas Jumlah Har a Bia a NO' Jems Bahan 'Bakar/ Terlloaasang Satuan Pemakaian Satuang(Rp.) Keseluxyuhan Energ1 Per 3 Bulan (Rp.) 1. Minyak Tanah 2. Solar 3. Gas 4. Listrik (PLN) 5. Air 6. Lainnya, sebutkan a. .................... b. .................... c. .................... Jumlah VIII. PEMASARAN 1. Volume Dan Harga Jual Produk: . Total Jumlah Har a Satuan Total Har a No. K1336 Jems Produk Penjualan (gp. /Kg) Penjualan (InJ (Kg./bln) 1. 2. 3. 4. 5. Jumlah 2. Jumlah Penjualan Hasil Produksi (%) Penyebaran Hasil Penjualan: Jenis Produksi % Jumlah Penjualan No. Kode Dalam Negeri Eks or HS Lokal Antar Kota Antar p Provinsi l. 2. 3. 4. 5. Jumlah ................ , 20 Yang Melaporkan, (Tanda tangan Penanggung J awab) Nama Terang Jabatan Tembusan: 1. Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal; 2. Kepala Pusat Data dan Informasi Kementerian Perindustrian; 3 . Kepala Dinas Perindustrian Provinsi.... 4. Kepala Dinas Kabupaten/ Kota ....... 5 . Arsip. Keterangan: Pelaporan ini dapat dilakukan dengan mengisi website atau menyampaikan hard copy.

Tinggalkan Balasan

Alamat surel Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *