Peraturan Menteri Perindustrian Nomor : 27/M—IND/PER/5/2008
Menteri Perindustrian Republik Indonesia
PERATURAN
MENTERI PERINDUSTRIAN REPUBLIK INDONESIA
NOMOR : 27/M—IND/PER/5/2008
TENTANG
KETENTUAN DAN TATA CARA VERIFIKASI INDUSTRI BAGI INDUSTRI
YANG MEMANFAATKAN FASILITAS KERINGANAN DAN ATAU
PEMBEBASAN BEA MASUK
MENTERI PERINDUSTRIAN REPUBLIK INDONESIA,
Menimbang :
a. bahwa dalam rangka mendukung pertumbuhan dan peningkatan
daya saing industri nasional, perlu melakukan pemberian fasilitas
pengurangan atau pembebasan bea masuk;
dalam rangka menjamin pemanfaatan pemberian fasilitas
sebagaimana dimaksud pada huruf a yang tepat sasaran, perlu
dilakukan verifikasi industri terhadap pemanfaatan fasilitas
dimaksud;
b.bahwa untuk mengoptimalkan pelaksanaan verifikasi industri
sebagaimana dimaksud pada huruf b, perlu diatur ketentuan dan
tata cara pelaksanaan verifikasi industri;
bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud pada
huruf c, perlu dikeluarkan Peraturan Menteri Perindustrian;
Mengingat:
1.Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1984 tentang Perindustrian
(Lembaran Negara Tahun 1984 Nomor 22, Tambahan Lembaran
Negara Nomor 3274);
2.Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1995 tentang Kepabeanan
(Lembaran NegaraTahun 1995 Nomor 75, Tambahan Lembaran
Negara Nomor 3612) sebagaimana telah diubah dengan Undang-
3.Undang Nomor 17 Tahun 2006 (Lembaran NegaraTahun 2006
Nomor 93, Tambahan Lembaran Negara Nomor 4661);
4.Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2007 tentang Penanaman
Modal (Lembaran Negara Tahun 2007 Nomor 67, Tambahan
Lembaran Negara Nomor 4724);
5.Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 17 Tahun 1986
tentang Kewenangan Pengaturan, Pembinaan dan
Pengembangan Industri (Lembaran Negara Tahun 1986 Nomor
23, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3330);
5. Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 187/M Tahun
2004 tentang Pembentukan Kabinet Indonesia Bersatu,
sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan
Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 77/P Tahun 2007;
6.Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 9 Tahun 2005
tentang Kedudukan, Tugas, Fungsi, Susunan Organisasi dan Tata
Kerja Kementerian Negara Republik Indonesia sebagaimana telah
beberapa kaIi diubah terakhir dengan Peraturan Presiden
Republik Indonesia Nomor 94 Tahun 2006;
7.Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 10 Tahun 2005
tentang Unit Organisasi dan Tugas EseIon I Kementerian Negara
Republik Indonesia sebagaimana telah beberapa kali diubah
terakhir dengan Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 17
Tahun 2007;
8.Peraturan Menteri Perindustrian Nomor 01/M-IND/PER/3/2005
tentang Organisasi dan Tata Kerja Departemen Perindustrian;
MEMUTUSKAN :
Menetapkan :
PERATURAN MENTERI PERINDUSTRIAN TENTANG KETENTUAN
DAN TATA CARA VERIFIKASI INDUSTRI BAGI INDUSTRI YANG
MEMANFAATKAN FASILITAS KERINGANAN DAN ATAU
PEMBEBASAN BEA MASUK.
PasaI 1
Dalam Peraturan Menteri ini yang dimaksud dengan:
‘I. Bahan baku adalah material yang digunakan untuk menghasiIkan
barang setengah jadi dan atau barang jadi yang mempunyai nilai
Iebih tinggi.
Mesin adalah setiap mesin, permesinan, alat perIengkapan
instalasi pabrik, peralatan atau perkakas, dalam keadaan
terpasang atau terlepas yang digunakan untuk pembangunan dan
atau pengembangan industri barang/jasa yang terkait dengan
kegiatan penanaman modal, tidak termasuk suku cadang dan
atau komponennya.
Importir Produsen, selanjutnya disingkat IP adalah perusahaan
yang telah mendapat pengakuan Menteri Perdagangan cq.
Direktur Jenderal Perdagangan Luar Negeri Departemen
Perdagangan untuk melakukan impor dalam rangka kegiatan
produksi.
4. Fasilitas bea masuk adalah pemberian pembebasan dan atau
keringanan bea masuk kepada IP.
5. Surveyor adalah surveyor independen yang ditunjuk untuk
melakukan kegiatan verifikasi industri.
6. Verifikasi lndustri adalah kegiatan pemeriksaan terhadap industri
dalam rangka memperoleh kepastian dan atau kebenaran atas
kesesuaian persyaratan penggunaan fasilitas serta analisis
manfaat pemberian fasilitas bea masuk terhadap pengembangan
industri.
7. Direktur Jenderal Pembina Industri adalah pejabat di lingkungan
Departemen Perindustrian yang berdasarkan tugas dan fungsi
diberi kewenangan untuk melakukan kegiatan administratif dan
tindakan teknis atas nama Menteri Perindustrian dalam rangka
pelaksanaan Peraturan Menteri ini serta untuk dan atas nama
Menteri Perindustrian bertindak sebagai pejabat Pemerintah
Republik Indonesia dengan IP.
8. Menteri adalah Menteri Perindustrian.
Pasal 2
(1) Setiap perusahaan industri yang memanfaatkan fasilitas bea
masuk wajib memiliki Surat Keterangan Verifikasi Industri.
(2) Surat Keterangan Verifikasi lndustri sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) diterbitkan oleh Surveyor.
(3) Surat Keterangan Verifikasi lndustri sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) disampaikan pada saat mengajukan pemanfaatan fasilitas
bea masuk kepada Departemen Keuangan cq. Direktur Jenderal
Bea Cukai.
Pasal3
(1) Pelaksanaan Verifikasi Industri dilakukan melalui tiga tahap, yaitu
Tahap Verifikasi Awal, Tahap Verifikasi Produksi, dan Tahap
Verifikasi Akhir.
(2) Tahap Verifikasi Awal terdiri dari :
a. Pemeriksaan kelengkapan dokumen;
b. Pemeriksaan lapangan;
c. Penyusunan laporan hasil verifikasi;dan
d. Penerbitan Surat Keterangan Verifikasi Industri.
(3) Tahap Verifikasi Produksi terdiri dari :
a. Pemeriksaan terhadap realisasi importasi hampir mencapai
50%;
b. Penyusunan Iaporan hasil Verifikasi Produksi; dan
c. Penerbitan Laporan Hasil Verifikasi Produksi.
(4) Tahap Verifikasi Akhir terdiri dari :
a. Pemeriksaan terhadap realisasi importasi hampir mencapai
100% atau pada saat menjelang periode pemberian fasilitas
berakhir;
b. Penyusunan Iaporan hasil verifikasi; dan
c. Penerbitan Laporan Hasil Verifikasi Akhir.
(5) Laporan verifikasi sebagaimana dimaksud pada ayat (2), (3) dan
(4) disampaikan kepada Menteri Perindustrian cq. Direktur
Jenderal Pembina lndustri.
(6) Ketentuan teknis pelaksanaan dan tata cara Verifikasi lndustri
sebagaimana dimaksud pada ayat (2), ayat (3) dan ayat (4) diatur
Iebih lanjut dengan Peraturan Direktur Jenderal Pembina lndustri
yang bersangkutan.
Pasa|4
(1) Setiap perusahaan yang mendapatkan fasilitas bea masuk wajib
memberikan data dan informasi yang diperlukan surveyor dalam
rangka pelaksanaan Verifikasi lndustri sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 3 ayat (1).
(2) Surveyor wajib menjaga kerahasiaan data dan informasi
sebagaimana dimaksud pada ayat (1).
Pasal5
Pelaksana Verifikasi lndustri dilakukan oleh surveyor independen
yang ditunjuk oleh Menteri Perindustrian.
Pasal 6
(1) Surveyor dalam melaksanakan verifikasi sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 3 berhak memperoleh imbalan jasa yang
diperhitungkan berdasarkan standar biaya verifikasi sesuai
rencana impor yang setinggi-tingginya sebesar 1% dari nilai
Impor.
(2) Standar biaya verifikasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
ditetapkan Iebih lanjut dengan Peraturan Direktur Jenderal
(3) Imbalan jasa sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dibebankan
kepada lP yang memanfaatkan fasilitas bea masuk, kecuali
ditentukan Iain berdasarkan peraturan perundang-undangan.
Pasal 7
IP yang terbukti menyalahgunakan fasilitas bea masuk atau
melanggar ketentuan Pasal 4 ayat (1) dikenakan sanksi sesuai
dengan ketentuan peraturan perundang-undangan dan diusulkan
kepada Menteri Keuangan untuk dicabut fasilitasnya.
Pasal 8
Surveyor yang terbukti melakukan pelanggaran terhadap ketentuan
yang diatur dalam Peraturan Menteri ini dapat dicabut
penunjukkannya.
Pasa|9
Peraturan Menteri ini mulai berlaku pada tanggal ditetapkan.
Agar setiap orang mengetahuinya, Peraturan Menteri ini diundangkan
dengan penempatannya dalam Berita Negara Republik Indonesia.
Ditetapkan di Jakarta
Pada tanggal 15 Mei 2008
MENTERI PERINDUSTRIAN RI
ttd
FAHMI IDRIS
Diundangkan di Jakarta
padatanggal 19 Mei 2008
MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA
REPUBLIK INDONESIA
ttd
ANDI MATTALATTA
BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 2008 NOMOR 4
Salinan sesuai dengan aslinya
Sekretariat Jenderal